AyoGarut.com Gelar Edukasi Keuangan, Hadirkan Narasumber Kadiskop, Dosen dan Jurnalis

acara edukasi keuangan di warung kopi Gulapadi

GARUT – Masyarakat Garut diingatkan pentingnya melek keuangan, terutama dalam menghadapi godaan pinjaman konsumtif dan praktik pembiayaan ilegal seperti bank emok. Pesan ini mengemuka dalam diskusi bertajuk Ayo Ngobrol Uang yang diadakan oleh AyoGarut.com bersama para jurnalis di Warung Kopi Gulapadi, Kamis (22/5).

Diskusi tersebut menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, seperti Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Garut Ridzky Ridznurdhin, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Garut Wufron, serta pelaku UMKM dan jurnalis lokal. Mereka menyoroti pentingnya literasi keuangan tidak hanya sebagai pengetahuan dasar, tetapi juga sebagai landasan pengambilan keputusan ekonomi yang bijak dan berkelanjutan.

“Literasi keuangan bukan hanya soal tahu, tetapi kemampuan mengelola pemasukan dan pengeluaran secara efektif. Ia berkelindan erat dengan inklusi keuangan,” ujar Wufron.

Menurut hasil penelitiannya pada 2023, tingkat inklusi keuangan di Garut cukup baik, ditandai dengan rasio kredit bermasalah (NPL) yang masih di bawah rata-rata Jawa Barat sebesar 3,17 persen. Namun, peningkatan literasi tetap diperlukan agar masyarakat tidak hanya terhubung dengan layanan keuangan, tetapi juga paham cara memanfaatkannya secara optimal.

Wufron menambahkan, pendampingan bagi pelaku usaha merupakan elemen penting dalam ekosistem keuangan yang sehat. “Pendampingan dibutuhkan agar pinjaman tidak habis untuk konsumsi, melainkan benar-benar mendorong produktivitas dan arus kas usaha,” katanya.

Hal senada disampaikan Ridzky Ridznurdhin. Ia mengungkapkan, belum semua warga yang memiliki akses ke lembaga keuangan memiliki pemahaman memadai. “Banyak yang sudah bisa pinjam, tapi belum tahu bagaimana memanfaatkannya secara bijak,” ujarnya.

Merujuk data per Mei 2025, jumlah debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Garut tercatat mencapai 18.607 dengan nilai akad Rp627 miliar dan outstanding Rp576 miliar. Namun, rasio kewirausahaan Garut masih berada di angka 3,91 persen, di bawah rata-rata nasional sebesar 4 persen. Dari total 601 ribu pelaku UMKM, hanya 23 persen yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), padahal NIB adalah syarat utama untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan.

“Tanpa NIB, bank tidak akan memberikan pinjaman. Ini yang terus kami dorong kepada pelaku UMKM,” tegas Ridzky.

Diskusi juga menyinggung maraknya praktik pembiayaan ilegal seperti bank emok, yang sering menyasar warga desa dengan bunga tinggi. Pemerintah Kabupaten Garut kini tengah mendorong penguatan koperasi sebagai solusi. Dari 1.645 koperasi yang tercatat, hanya 865 yang aktif, mayoritas berupa koperasi simpan pinjam.

“Kami menginisiasi Koperasi Merah Putih agar bisa masuk ke wilayah yang tidak terjangkau bank formal. Ini cara kita melawan bank emok,” ujar Ridzky.

Salah satu pelaku UMKM, Ida Ridawati, pemilik jenama Twinnietwoes, turut membagikan pengalamannya. Ia menyatakan bahwa pengelolaan keuangan yang baik menjadi kunci keberhasilan usahanya. Melalui program pendampingan PNM Mekaar, Ida tidak hanya mendapatkan akses permodalan, tetapi juga pelatihan pencatatan keuangan dan perencanaan usaha.

“Bisnis bukan cuma soal modal. Kita juga harus tahu cara mengelolanya agar bisa bertahan dan berkembang,” ungkapnya.

Model pembiayaan seperti PNM Mekaar terbukti efektif mendorong inklusi keuangan. Dengan pendekatan menyeluruh—menggabungkan pinjaman, pelatihan, dan pendampingan rutin—program ini membantu pelaku usaha, khususnya perempuan di pedesaan, untuk tumbuh bahkan dalam kondisi keterbatasan.

Dengan ekosistem yang tepat, pelaku UMKM tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berkembang secara mandiri. Literasi keuangan bukan sekadar pengetahuan, melainkan jalan menuju kemandirian ekonomi masyarakat Garut.(GILANG)